Selasa, 14 Juni 2011

Beguru pada Mbah Hasyim


Konon diceritakan ! Ketika Mbah Hasyim (sebutan populer KH. Hasyim Asy'ari di kalangan Nahdhiyyin) didatangi tamu "Penggede Penjajah Jepang" untuk meminta Mbah Hasyim menjadi Presiden, beliau menolak "merasa tidak cocok menjadi Presiden Indonesia".
Penolakan Mbah Hasyim ini tidak membuat Penggede Jepang menyerah, lalu Penggede Jepang mendesak "Kalau begitu siapa yang pantas menjadi Presiden Indonesia", untuk menjawab pertanyaan tersebut beliau memanggil putranya KH Wachid Hasyim (ayah Gus Dur). Sesaat kemudian KH. Wachid Hasyim menjawab, yang pantas menjadi Presiden Indonesia ya "Soekarno". Peristiwa ini terjadi sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Di sini ada pelajaran sangat berharga bagi kita dan bagi bangsa Indonesia yang mengalami krisis kepercayaan.
Pertama, Sosok Mbah Hasyim tidak lantas menjadi ajing mumpung ada kesempatan menjadi Presiden lalu beliau menerima tawaran itu, padahal jika saya beliau berkenan "sudah tentu peluangnya sangat besar" saat itu.
Kedua, Mbah Hasyim sangat menghargai pemuda (aku yaqin beliau mesti tahu jawabnya), tetapi untuk menjawabnya masih memerlukan pendapat putra beliau (KH. Wachid Hasyim).
Ketiga, Mbah Hasyim adalah sosok bangsa Indonesia yang jujur, tidak serakah dan mengedepankan masa depan bangsa.
Sikap Mbah Hasyim sejalan dengan esensi manusia yang ditakdirkan menjadi penghuni bumi, yaitu manusia sebagai Hamba Allah dan manusia sebagai Khalifatullah. Allah berfirman :
وما خلقت الـجن والإ نس إلا ليعبدوان
ولقد كتبنا فى الزبور من بعد الذكر ان الإرض يرثها عبادي الصالـحوان
Jika saja, tokoh-tokoh kita, para politi dan penyelenggara negara lainnya belajar dari hal-hal di atas, masyarakat tidak dibikin pusing oleh ulah mereka, masyarakat menjadi nyaman-tenang-bertambah sejahtera, tontonannya bukan orang-orang yang saling mengolok dan lempar tanggung jawab.
Semoga kita bisa belajar dari Mbah Hasyim,........ Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar