Selasa, 28 Juni 2011

Ilmu dan Kehormatan

Bagi kita seorang muslim mencari ilmu hukumnya wajib, dimulai dari timangan ibu sampai akhir hayat. Kita sering mengatakannya sebagai "belajar sepanjang masa".
Bagi kita bangsa Indonesia, pendidikan sekarang menjadi primadona pembangunan, menjadi prioritas pembangunan di beberapa daerah, semuanya bertujuan agar ada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Ada yang menarik ketika pelaksanaan Ujian Nasional tahun 2011, isu kecurangan dan contek masal menjadi hangat ramai dibicarakan, seakan-akan dunia pendidikan kita "tidak ada nilai kejujuran". Fenomena Ibu Siami di SD Gadel Surabaya menjadi banyak dibicarakan orang, bahkan liputan media terhadap hal itu sangat luar biasa.
Jika saja kita sadar, bahka "dengan ilmu" Allah akan menghinakan seseorang, dan "dengan ilmu" pula Allah memuliakan seseorang.
Qorun adalah fenomena yang diuraikan dalam al-Qur'an surat al-Qoshoh, bagaimana Qorun kehidupannya yang bergelimang harta dan pengetahuannya juga tergolong "ilmuan" di jamannya. Qorun merasa dengki dengan diangkatnya Nabi Musa menjadi Rasul, sedangkan Nabi Musa tidak dikaruniai harta yang melimpah. Maka Qorun menjadi congkak, dan ketika diingatkan oleh kaumnya, maka dia mengatakan "harta yang aku miliki aku peroleh karena ilmu pengetahuan yang aku miliki". Akhir cerita Qorun dihinakan oleh Allah SWT, dia ditenggelamkan bersama hartanya ke dalam perut bumi. Naudzubillah min dzalik. Qorun adalah contoh manusia yang dihinakan Allah SWT karena dengan ilmunya dia congkak dan sombong. Bagaimana dengan kita bangsa Indonesia, yang dipertontonkan di media "banyak sekali pertengkaran adu argumen ilmu, tapi miskin amal", kita takut... semoga bangsa Indonesia tidak di hinakan oleh Allah SWT karena ilmunya parra penghuni bangsa ini yang gemar berdebat, tapimiskin berbuat, apalagi berkorban untuk orang lain atau untuk bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia didrikan oleh tokoh pejuang antara lain : KH. Hasyim Asyari, Soekarno, Agus Salim, KH.. Ahmad Dahlan, Jendral Soedirman dan pejuang-pejuang lainnya. Ini bagi kita, sebagai gamjbaran bahwa bangsa Indonesia mengalami masa yang dimuliakan Allah melalui para tokoh, pejuang yang dengan ilmunya diabdikan dirinya untuk kepentingan bangsa. Masih segar dalam ingatan kita, Gus Dur yang tulus memimpin negara "diturunkan dengan cara tidak prosedural" oleh orang-orang yang mengatakan dirinya "pandai-cerdik-cendikia", nyatanya "keadaan bangsa ini tidak menjadi lebih baik". Dan kita saksikan bersama (saya meyakini) Gus Dur termasuk salah seorang yang dimuliakan Allah SWT karena ilmunya, beliau ihlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan masyarakatnya dan bangsanya.
Al hasil, sampai akhir hayatnya (satu tahun lebih setelah menghadap ke haribaan ilahi robbi) makamnya "qubur" tidak pernah sepi diziarahi oleh masyarakat. Ini tidak lain adalah bukti Allah mengkat derajatnya karena ilmu yang diabdikannya untuk agama, bangsa dan negara.
Akhirnya, salah satu hal yang harus menjadi perhatian bersama adalah, marilah kita jadikan bangsa ini "dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya menjadi bangsa yang martabat" dan akhirnya memperoleh kemuliaan dari Allah SWT. Jayalah bangsaku, damailah negeriku, rohman-rohim Mu ya Allah senantiasa bangsa ini idam-idamkan demi menyosngsong kehidupan sejahtera dunia akhirat.

Selasa, 14 Juni 2011

Beguru pada Mbah Hasyim


Konon diceritakan ! Ketika Mbah Hasyim (sebutan populer KH. Hasyim Asy'ari di kalangan Nahdhiyyin) didatangi tamu "Penggede Penjajah Jepang" untuk meminta Mbah Hasyim menjadi Presiden, beliau menolak "merasa tidak cocok menjadi Presiden Indonesia".
Penolakan Mbah Hasyim ini tidak membuat Penggede Jepang menyerah, lalu Penggede Jepang mendesak "Kalau begitu siapa yang pantas menjadi Presiden Indonesia", untuk menjawab pertanyaan tersebut beliau memanggil putranya KH Wachid Hasyim (ayah Gus Dur). Sesaat kemudian KH. Wachid Hasyim menjawab, yang pantas menjadi Presiden Indonesia ya "Soekarno". Peristiwa ini terjadi sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Di sini ada pelajaran sangat berharga bagi kita dan bagi bangsa Indonesia yang mengalami krisis kepercayaan.
Pertama, Sosok Mbah Hasyim tidak lantas menjadi ajing mumpung ada kesempatan menjadi Presiden lalu beliau menerima tawaran itu, padahal jika saya beliau berkenan "sudah tentu peluangnya sangat besar" saat itu.
Kedua, Mbah Hasyim sangat menghargai pemuda (aku yaqin beliau mesti tahu jawabnya), tetapi untuk menjawabnya masih memerlukan pendapat putra beliau (KH. Wachid Hasyim).
Ketiga, Mbah Hasyim adalah sosok bangsa Indonesia yang jujur, tidak serakah dan mengedepankan masa depan bangsa.
Sikap Mbah Hasyim sejalan dengan esensi manusia yang ditakdirkan menjadi penghuni bumi, yaitu manusia sebagai Hamba Allah dan manusia sebagai Khalifatullah. Allah berfirman :
وما خلقت الـجن والإ نس إلا ليعبدوان
ولقد كتبنا فى الزبور من بعد الذكر ان الإرض يرثها عبادي الصالـحوان
Jika saja, tokoh-tokoh kita, para politi dan penyelenggara negara lainnya belajar dari hal-hal di atas, masyarakat tidak dibikin pusing oleh ulah mereka, masyarakat menjadi nyaman-tenang-bertambah sejahtera, tontonannya bukan orang-orang yang saling mengolok dan lempar tanggung jawab.
Semoga kita bisa belajar dari Mbah Hasyim,........ Amin.

Kamis, 02 Juni 2011

Mendidik Diri Sendiri

Ketika kita bertindak sebagai orang tua kita sering memberi nasehat anak kita, ketika kita bertindak sebagai sahabat kadang kita memberi nasehat sahabat kita, Ketika kita bertindak sebagai guru maka tugas utama kita mendidik dan mengajar murid-murid kita.

Apapun kedudukan kita janganlah pernah melupakan memberi nasehat kepada orang-orang di sekekeliling kita, bahkan ketika kita tidak bertindak sebagai apa-apa bertindaklah sebagai diri kita dan hingga harus menasehati diri kita sendiri. Demikian ini menjadi penting agar kita terhindar dari golongan orang yang dimurkai Allah SWT, sebagaimana Firman-Nya :
كَبُرَ مَقْتاً عِنْد اللهِ لما تَقوالوان مالا تَفعلوان
 
Mendidik diri sendiri menjadi penting, sebab akan dapat meningkatkan kualitas kehidupan kita di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu jadikanlah diri sendiri sebagai contoh baik (uswatun hasanah) bagi diri sendiri, maupun orang lain ketika kita bertindak dan atas nama sesuatu jabatan, bukankan Rasulullah Muhammad SAW telah berhasil mengubah perilaku "jahiliyyah, primitif, hedonis" dan prilaku jelek lainnya di kalangan Arab ketika hanya dalam waktu kurang lebih 23 tahun, faktor yang penting adalah Rasulullah sebagai uswatun hasanah (contoh perilaku kehidupan yang baik bagi masyarakatnya dan ummatnya), bahkan sampai 14 abad kemudian "bahkan sampai hari akhir " .
Bangsa  ini sangat memerlukan orang-orang yang bisa mendidik dirinya sendiri, jika tidak kehidupan bangsa ini (Indonesia) akan menjadi semakin kacau, dan tidak bermasa depan. Lantas bagaimana dengan anak cucu kita !